Nonton Film Nussa

Beberapa pekan lalu Saya dan isteri pertama kali ke bioskop. Kami menonton film animasi karya anak bangsa, Nussa. Film yang sebelum tayang di bioskop sudah di dengungkan oleh para pendengung disusupi faham radikal. Film yang katanya dipengaruhi oleh ustadz mantan organisasi terlarang. Tapi benarkah seperti itu Istilah radikal saja Masih debatable. Jika kita ganti radikal itu adalah kekerasan atau kekejaman, Sama sekali tidak ada menurut saya. Ataukah radikal itu karena Nusa menggunakan gamis? Lucu sekali wkwkwk.
.
.
Kami sudah beberapa kali nonton serial Nusa di YouTube tapi hanya sekilas. Sehingga banyak detail yang terlewatkan begitu saja. Misalnya, Saya baru menyadari karakter Nusa secara visualnya kuat sekali. Anak laki-laki berumur sekitar 6-8 tahun penyandang disabilitas, satu kakinya mengunakan kaki palsu. Dari sini aja sudah sangat menarik, sangat jarang film Indonesia yang mengangkat mereka yang disabilitas sebagai tokoh utama. Apalagi animasi.
.
.
Ada adegan di Mana Nusa dan temannya Abdul mengejar pesawat-pesawatan, lalu baut di kaki Nusa mengendur, Nusa pun mengencangkan bautnya. Akibatnya larinya tidak secepat Abdul. Lalu Abdul pun memperlambat larinya. Nusa meminta Abdul untuk lari duluan saja. Karena memang Abdul kondisinya mampu lari kencang. Jawab Abdul “Gpp Kita kan teman.” Bagi Saya adegan ini menunjukkan selain kesetiakawanan adalah bagaimana seharusnya kita bersikap pada mereka yang disabilitas. Bukan mereka yang harus menyesuaikan diri dengan kita, tapi kitalah yang harus menyesuaikan diri. Sehingga, sudah seyogyanya fasilitas publik, kantor, kampus, masjid, dst ramah pada mereka yang disabilitas.
.
.
Di film ini, Nusa ditampilkan selazimnya anak SD. Dia ingin diperhatikan. Ngambek ketika keinginannya tidak tercapai, bahkan marah pada ibunya. Bagi penonton serial Nusa di YouTube ini agak aneh, karena biasanya Nussa ditampilkan sebagai anak yang penyabar nyaris tanpa cela.
.
.
Di film ini ada karakter baru lain diantaranya Jony, murid baru di sekilas Nussa, yang kelak jadi saingan Nussa dalam perlombaan sains antar sekolah. Jony adalah anak orang kaya, segala fasilitas dia miliki, kecuali satu, perhatian orang tua. Kebalikan dari Nusa yang berasal dari keluarga berkecukupan namun melimpah kasih sayang orang tua.
.
.
Film ini tidak hanya untuk anak-anak, bagi Saya film ini juga cocok semua kalangan. Khususnya keluarga. Oiya beberapa hari lalu film ini dianugerahi film animasi panjang terbaik di festival film Indonesia. Sebuah penghargaan yang layak karena memang untuk saat ini sulit mencari film animasi sebaik kualitas film Nusa.

“Kesepian” Mereka yang Telah Tiada

Suasana ziarah di Gresik


Bayangkan kita sudah tiada. Apa yang akan membuat kita tetap “Hidup”? Menjawab pertanyaan ini Saya teringat sebuah film yang menceritakan dunia pasca kematian. Bahwa di alam kematian seseorang akan tetap “Hidup” selama orang-orang yang yang dia tinggalkan  masih mengingatnya di dalam ingatan mereka. Sebaliknya Ketika mereka yang hidup melupakan dia, seketika juga dia ‘mati’ selamanya.
.
.
Salah satu pelajaran ketika Saya mengaji di kota para Warok, bahwa dalam Islam ada tiga amal yang tidak terputus pahalanya meskipun seseorang telah tiada 1) Shodaqoh Jariyah 2) Ilmu yang bermanfaat 3) anak yang shaleh yang mendoakannya.
.
.
Tiga amalan tersebut mungkin adalah cara yang membuat kita selalu diingat oleh mereka yang hidup. Jika bukan nama kita yang diingat, paling tidak kebaikan kita tetap hidup, bahkan bermanfaat bagi orang lain.
Mari kita elaborasi sedikit, Pertama, shadaqoh Jariyah. Menurut artikel di situs NU,  meskipun beberapa ulama mengartikan Shodaqoh Jariyah itu Sama dengan wakaf. Namun beberapa ulama lain menyebutkan segala Shodaqoh yang memberikan kebermanfaatan jangka panjang bagi sesama adalah Shodaqoh Jariyah (menanam pohon misalnya). Penjelasan lengkap bisa di baca di website NU. Kedua, Ilmu yang bermanfaat, kita tau betapa dahsyatnya ilmuwan Islam di zaman dulu, berkat buku2 yang mereka tulis kita mengenak berbagai macam pengetahuan, mulai dari tafsir, hadits, hingga aljabar. Meski mereka sudah tiada tapi kebermanfaatan mereka abadi. 3) Anak yang shaleh. Anak yang selalu tidak hanya menghidupkan kita dengan ingatannya, tapi lebih dari itu dengan kebermanfaatan dan doa’anya kepada kita. Membuat kita tetap ‘abadi’.
.
.
Tapi apakah setiap orang punya keistimewaan melaksanakan ketiga amal tersebut? Membayangkan mereka yang sudah tiada sekarang, Saya merasa beberapa dari mereka “kesepian”.
Mungkin salah satu cara yang paling bisa kita usahakan agar mereka tetap ‘hidup’ adalah mendoakan mereka yang telah tiada. Jikapun kita belum sempat untuk ziarah ke makan mereka, paling tidak kita kirimkan mereka dengan do’a-do’a yang kita bisa.

H-12 Ramadhan
Plosokuning

Al-Masih Putra Sang Perawan, Tasaro GK

Salah satu penulis yang hampir seluruh karyanya ingin saya miliki adalah dia pemilik nama pena Tasaro GK. Pertama terpikat sejak Novel Muhammad, kemungkinan novel ini saya baca pertama kali tahun 2012. Novel ini kemudian berseries hingga empat seri.

Tetralogi Muhammad ini bercerita tentang Nabi Agung Muhammad Shallallahu’alahi wasallama. Sejak zaman Rosul hingga zaman kekhalifahan terakhir Ali bin Abi Thalib.

Meskipun cukup banyak buku tentang sirah Nabi, membaca rangkaian kata-kata yang disusun oleh Tasaro dalam bentuk novel memberikan penghayatan yang berbeda. Apalagi kisah ini ditulis berkelindan dengan sejarah Persia, menambah pengetahuan yang cukup utuh dalam melihat sejarah.

Sangking sukanya dengan empat buku sejarah nabi ini, saya menamatkannya hingga tiga kali, dan tiap kali membaca ulang selalu ada hal yang baru saya dapatkan.

Penulisnya mengakui pernah diprotes, karena menuturkan sejarah Nabi dalam bentuk novel. Bukankah novel itu fiksi? Bagaimana mungkin kisah rasul yang fakta itu ditulis pada medium fiksi. Bagi saya setelah membaca novel Muhammad, memang ada beberapa tokoh rekaan novel yang fiksi, tapi ketika menceritakan sejarah Nabi, Tasao GK tetap berpegang pada kisah yang cukup banyak diakui keabsahannya. Bagi sang penulis, bukankah alasan mereka yang protes adalah cinta pada Nabi. Alasan yang sama pula mengapa dia menuliskan kisah Sang Nabi dalam bentuk novel yaitu cinta.

Sejak perjumpaan dengan novel Muhammad, saya mulai membaca karya lain dari Tasaro, seperti Sembilu, Galaksi Kinathi sekali mencintai setelah itu mati, nibiru, tetap sajan kusebut (dia) cinta, citra Rashmi, sewindu, dan patah hari di tanag suci. Hingga sekarang masih ada beberapa karya tasaro GK lama yang masih terus saya cari untuk bisa saya baca dan koleksi. Seperti, Samita dan Pitaloka.

Ketika mendengar Tasaro GK menulis karya baru, tentang Nabi Isa, maka saya berusaha mencari informasi. Baru Janauri 2021 lalu saya kesampaian memiliki novel Almasih. Bagi saya yang pengetahuan sejarah tentang Sang Juru Selamat amat sangat terbatas. Novel ini adalah salah satu usaha saya untuk menambal keterbatasan tersebut. Versi sejarah yang saya pahami hanya sebatas yang diceritakan oleh ustadz-ustadz ketika dulu belajar mengaji.

Sedikit dari cerita yang saya terima itu bahwa Nabi Isa semoga keselamatan dilimpahkan padanya adalah Putra seorang perempuan suci Maryam. Seorang perempuan yang taat beribadah, mengabdikan dirinya untuk Tuhan. Di dalam Al-Quran Maryam diabadikan sebagai nama salah satu surah. Alquran menceritakan Maryam mendapatkan buah-buahan dan makanan langsung dari Tuhannya. Diceritakan ketika Nabi Zakharia masuk kedalam tempat peribadatan Maryam, beliau terkejut melihat ada setumpuk makanan di sana, ketia Ia bertanya, Maryam menjawab itu semua datang dari Allah, Dia memberikan rezeki kepada siapa yang dia kehendaki.

Dari novel ini saya baru tau bahwa Maryam memiliki suami bernama Yusuf. Dikisahkan awalnya Yusuf yang terpilih diantara laki-laki yang berkumpul di Bait Suci Yerussalem. Jika ingin tau prosesi terpilihnya Yusuf, beli bukunya ya pembaca hehe.

Singkatnya, setelah terpilih, Yusuf yang awalnya antusias karena akan menikahi Maria wanita suci yang masyhur itu, berubah pikiran setelah tau Maria hamil. Di tengah keengganannya menikahi Maria, dia mengalami kejadian yang ajaib. Ketika tertidur dia bermimpi seolah-olah dihampiri cahaya. Lalu, dia melihat sosok yang amat agung yang tidak pernah dia temui sebelumnya, makhluk yang bercahaya dan bersayap. Sosok itu berkarta “Yusuf, kehamilan Maria adalah sungguh berasal dari Roh Kudus. Ambilah Maria sebagai isterimu. Jaga dia.” Mendapatkan mimpi ini Yusuf pun bertekad untuk menikahi dan menjaga Maria beserta bayinya.

Meskipun di halaman pertama buku ini tertulis bahwa buku ini adalah fiksi, jika ada kebenaran hanya kebetulan belaka. Kekuatan riset sebelum menuliskannya begitu kerasa, terlihat dengan adanya beberapa catatan kaki yang memberikan informasi sumber dari kisah yang diceritakan.  Catatan kaki itu misalnya menceritakan berasal dari Injil mana kisah itu dinukil, atau pada Alquran surah dan ayat berapa. Tidak hanya itu, juga tercantum konsultan kisah Yesus berdasarkan kitab Suci Kristianai yaitu Dr. V. Indra Sanja, Pr. Setelah saya cari di Google beliau adalah dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Darma yang mengampu mata kuliah tafsir pada kitab-kitab. Sehingga, paling tidak penulisnya punya sandaran yang cukup dalam menulis kisah ini.

Dalam novel ini kisah Isa Almasih diceritakan dengan cukup cerdik, karena meskipun ditulis dari dua sumber AlQuran dan Injil, Tasaro tidak berusaha mencampur adukkan dua sumber itu dalam satu cerita kesatuan. Tapi dikemas dengan tetap mempertahankan masing-masing versi, jika pembaca tidak jeli, pembaca tidak akan menyadari ini.

Membaca novel ini membuat saya tau beberapa versi kisah Yesus menurut Injil, atau Nabi Isa PUB menurut sumber Islam. Tentu saja dua sumber ini ada perbedaan dan pasti berbeda. Bagi saya pribadi mengakui perbedaan itu penting. Seorang penganut Krisitiani wajib yakin dengan kisah yang mereka yakini, begitu pula sebaliknya seorang Muslim juga harus meyakini cerita yang mereka yakini.

Dengan memahami perbedaan, mudah-mudahan masing-masing umat tidak akan gampang tersulut emosi karena adannya perbedaan. Seperti yang sudah sampaikan di paragraf di atas, karena sumbernya saja berbeda, jadi wajar jika pemahaman tentang satu atau beberapa hal berbeda, tidak perlu diributi.

Tasaro menuliskan kisah Nabi Isa, berkelindan dengan kisah penjajahan di Nusantara abad 17, khususnya di Batavia. Sepertinya ini memang cara bercerita khasnya Tasaro.  Menggabungkan kisah utama dengan perjalanan tokoh utama lain dengan konteks yang berbeda. Ini cara yang menarik bagi pembaca, karena mendapatkan variasi cerita yang beragam.

Novel ini menceritakan seorang pemuda italia Gesu, tiba di Batavia dengan misi mencari relikui suci gereja katolik Roma yang hilang. Benda itu hilang dan dikabarkan berada di perdagangan gelap hingga konon beredar di Batavia.

Masa-masa itu Batavia dikuasai Belanda yang mayoritas beragama Protestan, mereka yang meyakini Katolik mengalami repsresi yang cukup keras dari rezim, tidak boleh ada yang menyebarkan katolik di Batavia.

Gesu nanti akan bertemu dengan gadis Muslim berdarah Jawa dari tanah Mataram Mletik, yang terjebak di pusaran perbudakan di Batavia. Kisah perjalanan Gesu dan perjuangan Mletik inilah nanti yang akan kita ikuti, berkelindan dengan kisah Perawan suci, Maryam; Putranya Isa PUB, Yusuf, Zakaria, mam-imam Yahudi, dan penguasa Yerussalem yang zalim.

Namun, ada satu yang mengganjal bagi saya pribadi yaitu penulisan teks ayat Al-quran yang ditulis dengan teks berbahasa arab. Bagi saya pribadi, teks Al-quran itu sakral, jika di letakkan dalam sebuh buku novel takutnya nanti bukunya terletak di tempat yang tidak seharusnya. Mungkin ada pembaca yang membaca novel di kamar mandi, meletakkan novelnya di bawah kemudian tidak sengaja terlangkahi. Sekali lagi, tentu saja itu hanya pendapat saya pribadi hehehe.

Novel Almasih ini masih akan ada lanjutannya. Saya sudah tidak sabar mengikuti bagaimana petualangan Gesu, Mletik, dan tentu saja kisah lanjutan Sang Juru Selamat.

Ajaran Ahimsa (Nirkekerasan) Gandhi Bukan Perilaku Pengecut

Tulisan ini adalah buah dari bacaan saya atas buku berjudul Gandhi The Man Seorang Pria yang Mengubah Dirinya Demi Dunia, oleh Eknath Easwaran. Baca di sini ulasannya (https://fikrifarhan.wordpress.com/2021/01/01/5-buku-bacaan-pilihan-2020/). Selepas membaca saya mendapatkan bahwa ahimsa ala Gandhi itu benar-benar murni tanpa kekerasan. Seorang penganut satyagraha haram untuk melakukan kekerasan. Bahkan ketika anda diperlakukan tidak adil pun, tidak boleh melawan dengan kekerasan.

Lama saya merenungi hasil bacaan itu, apakah benar seperti itu Ahimsa ala Gandhi? Atau ini adalah bias interpretasi pengarangnya. Ajaran ini sepertinya menguntungkan mereka yang berkuasa (pemerintah, penguasa modal, dll), ketika mereka melakukan ketidakadilan kepada rakyatnya, buruhnya dll, dengan ajaran ini rakyat boleh protes, tapi harus dengan sopan. Kalau anda dijajah, jangan melawan dengan kekerasan. Jika ada orang ingin menyakiti keluarga anda, anda jangan melawan dengan kekerasan. Sekali lagi, apakah benar seperti itu ahimsa ala Gandhi?

Membawa keresahan-keresaha itu, saya mencoba membaca buku lain tentang Gandhi. Kali ini bukunya disusun berdasarkan tulisan Gandhi sendiri yang berjudul Semua Manusia Bersaudara Kehidupan dan Gagasan Mahatma Gandhi Sebagaimana Diceritakannya Sendiri. Membaca buku ini, saya mendapatkan spirit yang berbeda dari buku sebelumnya.

Memang bagi Gandhi kekerasan bukanlah sifat asli manusia. Sifat asli manusia adalah cinta. Gandi meyakini setiap manusia punya cinta di dalam dirinya, kita hanya perlu menyadarkan mereka. Gandhi mengutuk kekerasan, baginya kekerasan yang dibalas kekerasan hanya akan menyuburkan kekerasan itu sendiri. Gandhi berhasil dengan keyakinannya, dia menginspirasi jutaan warga India mengusir penjajahan Inggris dengan perlawanan tanpa kekerasan. Ajaran ini memang bertumpu pada keyakinan manusia mempunya cinta, bahkan para penjajah pun Gandhi yakini memiliki rasa cinta. Tentu saja bagi saya ini ajaran yang sangat berisiko. Tapi paling tidak Gandhi membuktikan ajaran itu berhasil.

Ketika ditanya tentang Ahimsa, Gandhi mengakui, Ia pun masih beroses untuk mempraktikkan paham tersebut dengan benar. Dia masih berproses untuk melakukan ahimsa dengan benar dan baik. Gandhi juga menyebutkan sangat susah untuk sama sekali tidak melakukan himsa (kekerasan). Bukankah makanan yang kita makan umumnya adalah hasil dari kekerasan pada sesama makhluk hidup?

Pernah suatu kali Gandhi diprotes karena menyetujui “pembunuhgan” kepada seekor sapi yang sakit. Bagi kalangan yang protes itu tidak sesuai dengan ajaran ahimsa. Namun, Gandhi berpendapat membunuh sapi yang sedang sakit dan tidak bisa disembuhkan tentu saja atas saran dari dunia kedokteran, adalah tindakan tepat. Tujuannya adalah untuk membebaskan sapi itu dari rasa sakitnya yang berkelanjutan.

Ketika ada seseorang bercerita kepada Gandhi, dia mengaku seorang penganut ahimsa, ketika itu ada sekelompok orang masu ke rumahnya, membuat kerusakan, menyakiti isteri dan saudara perempuannya. Dia lari. Baginya tidak boleh melawan, karena pasti akan terjadi kekerasan. Jawaban Gandhi, itu bukan Ahimsa, itu pengecut. Bagi Gandhi, dibanding lari, lebih baik seseorang itu melawan demi kehormatan keluarganya. Gandhi berkeyakinan seseorang pemberani masih bisa diajarkan ajaran ahimsa, tapi tidak dengan seorang pengecut. Karena untuk menjadi pengamal nirkekerasan diperlukan keberanian. Karena orang pengecut yang melakukan tindakan ahimsa sejatinya adalah pelaku kekerasan. Sebab berada di posisi yang lemahlah dia melakukan itu. Jika dia berada diposisi yang kuat kemungkinan dia akan melawan dengan kekerasan.

Bagi Gandhi, tindakan ahimsa bukan karena takut, lalu lari memilih tidak melawan. Tindakan ahimsa adalah ketika seseorang mampu untuk melawan dengan kekerasan tapi lebih memilih untuk tidak melakukannya